Rabu, 19 Oktober 2016

Fondasi dan Aktualisasi Islam Berkemajuan

Fondasi dan Aktualisasi Islam Berkemajuan
Oleh: Irfan Hasanudin
(Ketua Bidang Hikmah IMM Pondok Internasional KH. Mas Mansur)

Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu س (sin), ل (lam), م (mim) yang bermakna dasar “selamat”. Jika ditinjau dari segi bahasa, الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما (Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama). السَّلْمyang berarti damai, أَسْلَمَ yang berarti menyerah, سَلِيْمٌ yang berarti bersih dan suci, dan سَلاَمٌ yang berarti selamat dan sejahtera. Islam merupakan satu sistem aqidah, syari’ah dan akhlaq yang mengatur segala tingkah laku manusia dalam berbagai hubungan (baik hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, masyarakat, alam, ataupun makhluk lainnya).[1] Wilfred Cantwell Smith melalui tulisannya yang berjudul The Special Case of Islam, mengatakan bahwasanya Islam merupakan agama yang unik, karena agama Islam sui generis (mempunyai corak dan sifat sendiri dalam jenisnya).[2] Selain itu, perlu kita ketahui bersama bahwasanya Islam merupakan dienullah yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘Aalamiin).
Melalui afeksi hati, daya nalar serta wahyu yang diberikan kepadanya, umat Islam memiliki keyakinan yang kuat bahwa ajaran Islam merupakan alternatif terbaik untuk menyembuhkan berbagai problem kehidupan manusia. Namun, akhir-akhir ini, fenomena menunjukkan bahwa seakan-akan ajaran Islam tidak berdaya dalam menghadapi persoalan kemanusiaan.[3]
“Islam” adalah agama yang dengan segera melahirkan gerakan, menciptakan kekuatan, menghadirkan kesadaran diri dan pencerahan, dan menguatkan kepekaan politik dan tanggung jawab sosial yang berkait dengan diri sendiri. Suatu kekuatan yang meningkatkan pemikiran dan mendorong kaum tertindas agar memberontak dan menghadirkan di medan perang spirit keimanan, harapan dan keberanian.[4] Sedangkan arti kata “Progresif” menurut KBBI berarti ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang. Islam berkemajuan ataupun Islam progresif secara sederhana dapat dikatakan sebagai Islam yang bergerak ke arah yang lebih maju. Keberadaan Islam berkemajuan tak lepas dari ulur tangan insan progresif. Jika “progresif” diartikan sebagai keinginan untuk maju. Dengan demikian, insan progresif berarti insan yang memiliki kenginan kuat (determinasi) untuk selalu bergerak ke depan di berbagai lini kehidupan dan kesediaan untuk selalu mereformasi diri khususnya di bidang wawasan keilmuan (QS Al Mujadalah 58:11) dan perilaku (QS At Tin 95 :4-6) ke arah yang lebih baik dari sudut pandang agama maupun sosial kemasyarakatan.
Muhammadiyah dikenal sebagai Persyarikatan yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, memberantas TBC, mengusahakan umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan bergerak di berbagai bidang kehidupan umat. [5] Tidak sedikit yang mengatakan bahwasanya Muhammadiyah merupakan organisasi persyarikatan yang dapat dikatakan progresif.
         Islam berkemajuan berarti Islam yang kaafah, menyamai benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan, tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, anti terorisme, anti kekerasan, anti penindasan, anti keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan manusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.[6] Allah berfirman:

 وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56).
Berkemajuan bagi Muhammadiyah bukan hanya sekadar tematik ataupun slogan tatkala Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar yang bertuliskan “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” saja, akan tetapi dibalik itu alasannya adalah karna Muhammadiyah lahir dari spirit dan nilai perjuangan tokoh yang luar biasa. Dengan teologi Al-Ma’unnya, pendiri Muhammadiyah mampu mempelopori dakwah kemanusiaan. Prinsipnya ‘ilmu amali dan amalu bil ilm yang sangatlah luar biasa mengantarkan dirinya mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, walaupun medan dakwahnya yang begitu keras namun beliau dengan kelembutan hatinya senantiasa menghadapi tantangan demi tantangan yang muncul dihadapannya. Selain itu, pirit dan nilai perjuangan tokoh Muhammadiyah mampu menghantarkan Muhammadiyah menjadi lebih maju dan terus berkembang. Hal tersebut tak lepas dari pematangan identitas dan landasan-landasan(landasan normatif dan landasan operasional Muhammadiyah) yang menjadi pemicu dalam dakwah pencerahan. Muhammadiyah selalu menampilkan dakwah yang menarik dan memicu ketertarikan. Sumbangsi yang diberikan Muhammadiyah terhadap negeri ini begitu besar, dimulai dari andilnya dalam bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial. Namun, melihat realitas masa kini yang mulai banyak kepungan terhadap umat islam dari berbagai penjuru, kita hendaknya melakukan kontemplasi dan menyiapkan menjadi insan yang berkemajuan.
Memang tidak sedikit yang mengetahui konsepsi islam berkemajuan, namun tidak banyak orang juga yang mengetahui dan memahami mengenai unsur-unsur dari Islam berkemajuan tersebut. Oleh karena itu, kita perlu pula memahami bersama mengenai apa saja fondasi Islam berkemajuan dan bagaimana aktualisasi dari Islam berkemajuan tersebut.
            Dalam mengimpelentasikan Islam berkemajuan, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai fondasi dari Islam berkemajuan itu sendiri.[7] Berangkat dari fondasinya, Islam berkemajuan memiliki fondasi sebagai berikut:
1.      Tauhidullah
Mengesakan Allah atas dzat-Nya, nama-namaNya, kekuasaan-Nya, dan sifat-sifatNya. Tauhid murni tanpa kemusyrikan yang nampak maupun tak nampak (tahayul, bid’ah dan churafat).
      Tidak mengaitkan tauhid dengan ajaran pluralisme berikut:
-          Sintesisme agama atau yang biasa dikenal dengan agama oplosan. Contohnya:Gafatar, Komar, dan sebagainya.
-          Sinkretisme agama, nampak aktif beragama yang satu namun juga melakukan animisme, dan sebagainya.
-          Relativisme agama, yang menganggap bahwa semua agama memiliki tujuan ataupun arah yang sama, meskipun menggunakan metodologi yang berbeda-beda.
2.      Pemahaman Al-Qur’an dan Hadits yang independen, komprehensif, dan integratif
Tidak terikat teologis, mazhab fikih dan sufiah manapun. Muhammadiyah tidak bertasawuf, akan tetapi berakhlaq.
Jika ada yang bertanya Muhammadiyah itu sunni aw syi’i?  Maka jawablah dengan tegas bahwa kita ini sunni. Ada berbagai macam kelompok sunni, diantaranya Asy’ariyah, Salafiyah, dan Maturidiyah. Kelompok asy’ariyah seperti Nahdlatul Ulama, dsb. Kelompok Salafiyah seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dsb., Yang ajaran salaf tersebut dipelopori oleh Ibnu Taimiyah, kemudian berlanjut kepada Ibn Qoyyim, selanjutnya kepada Muhammad Ibn abdul Wahhab, dan seterusnya.
            Muhammadiyah ada, demi terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: Aqidah, Akhlak, Ibadah, dan Muamalah duniawiyah.
Berikut adalah point-point dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup(MKCH) Muhammadiyah:
1.  Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.


4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:

a. 'Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b. Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia

c. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d. Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.


5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"baldatun thayyibatun wa robbun ghofur"[8]
            Integratif, maksudnya yaitu memahami al-Qur’an dan hadits dengan tersistem(sistematis).

3.      Tajdid (Pembaharuan)
Inilah ke-khasan yang ada dalam Muhammadiyah, tajdid dalam Muhammadiyah bisa berarti purifikasi(pemurnian), bisa juga dinamisasi.
Purifikasi (Pemurnian) dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak.
            Dinamisasi ataupun modernisasi, dengan menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits dalam berbagai macam bidang kehidupan.
4.      Moderat[9]
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Baqoroh : 143).
   Dalam ayat tersebut terdapat sebutan “Ummatan wasathon” yang berarti ummat pertengahan (umat yang adil, tidak radikal ataupun hegemonik, toleran terhadap sesama, cinta damai, dan pilihan), yang merupakan cerminan dari masyarakat berkemajuan.
  “Manusia ideal memiliki tiga aspek: kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Dengan perkataan lain: pengetahuan, akhlaq, dan seni. Menurut fithrahnya dia adalah khalifah Allah. Dia adalah kehendak yang komit dengan tiga macam dimensi: kesadaran, kemerdekaan, dan kreativitas.”[10]
            Akhir-akhir ini manusia banyak pula dihadapkan dengan berbagai doktrinasi pemikiran maupun terkait hal ghazwul fikr(perbedaan sikap), maka dari itu perlulah kita untuk memahami segala yang ada, dan mengambil langkah yang tepat (moderat dalam bersikap).
5.      Gemar beramal (Bekerja)
Seringkali kita temui bersama kiblat dunia barat yang money-oriented. Oleh karena itu, dalam menghadapi polemik seperti ini, kita hendaklah memiliki semangat(ghirah) dan prinsip yang jelas. Sikap gemar dalam beramal(bekerja) sebagai salah satu bagian dari ibadah, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat Adh-Dhariyat: 56. Gemar beramal (bekerja) tersebut sebagai wujud tulus ikhlas, serta senang dan tanggung jawab kita dalam menunaikannya.
Selain daripada fondasi, maka wujud aktualisasi yang bisa kita tunaikan, yaitu: berani bergerak ke arah yang maju dengan mengutamakan sistem, berorganisasi dan beramal dengan gembira, optimis memajukan pendidikan, mengutamakan demokratisasi (mengambil keputusan dengan musyawarah), mencoba tingkatkan kesejahteraan sosial, menggunakan teknologi yang baru, dan masih banyak lagi.


Daftar Pustaka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2000. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah,  Yogjakarta: Suara Muhammadiyah.
Supriyadi, Eko. 2003. Sosialisme Islam; Pemikiran Ali Syariati. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tuhuleley, Said Tajdid Gerakan Untuk Pemberdayaan Masyarakat; Dinamika Gerakan Muhammadiyah
Dr.Syamsul Hidayat, dkk. 2014. Studi Kemuhammadiyahan : Kajian Historis, Ideologis, dan Organisasi. Surakarta: LPIK UMS.
al-Qur’anul Kariim




[1] Daud Ali, dalam bukunya Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik (1989).
[2] Wilfred Cantwell Smith, dalam bukunya The Meaning and End of Religion (1964) hal.74
[3] Sudarto, dalam bukunya Wacana Islam Progresif (2014).
[4] Ali Syari’ati (1986).
[5] Syamsul Hidayat,dkk. Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Historis, Ideologis dan Organisasi halaman 31.
[6] Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Produk Muktamar ke-46 (2010)
[7] Yunahar Ilyas Speech dalam Pelatihan perkaderan di Yogyakarta (2016)
[8] Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo; diamandemen dalam Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta, disesuaikan pula dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.
[9] Interpretasi penafsiran dari QS.Al-Baqoroh:143.
[10] Ali Syari’ati (2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar