Selasa, 01 November 2016

“BEGINILAH SEHARUSNYA GENERASI MUDA” 
Mendidik pemuda sesungguhnya bukanlah hal yang gampang. Diantara tugas Nabi saw selama hidupnya adalah menjadi murrabi (pendidik). Usahanya mentarbiyah (mendidik) lebih banyak dari pada perkataannya. Amal perbuatan beliau dengan para sahabatnya lebih banyak dari ucapannya. Nabi saw selalu mendidik melalui perbuatan-perbuatannya, sifat-sifatnya, serta keistimewaan-keistimewaannya, lebih banyak dari pidato dan ceramahnya.
Ya, sesungguhnya di lingkungan kita saat ini terdapat para da’i. namun kita membutuhkan para pendidik yang membawa pemuda ke jalan Allah yang lurus. Pendidik yang membimbing dan mendidik pemuda itu dalam hal perilaku, akhlak, karakteristik dan sifat-sifatnya. Dan beginilah seharusnya pemuda: 
1.      Memperhatikan Amalan Fardhu
Yaitu memperhatikan amalan-amalan wajib (fardhu) terlebih dahulu. Seseorang bertanya tentang Islam kepada  Rasulullah saw. Lalu beliau menjawab,”yaitu, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad utusan Allah.” Orang itu bertanya, “kenudian apa lagi?” nabi menjawab, “lima kali sholat sehari semalam.” Orang itu bertanya lagi, “adakah kewajiban lain terhadapku selain itu?”, nabi menjawab, “ kecuali, jika kamu ingin melakukan ibadah sunah dengan sukarela”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dalam pendidikan, hal ini akan mudah dipaparkan dan dibuat bertahap. Namun intinya adalah, mendahulukan hal-hal yang wajib dilakukan. Karena, bisa kita lihat sebagian orang lebih mengutamakan sisi amalan-amalan sunah dari pada amalan-amalan wajib. Kita bisa melihat ia sering berbicara kepada orang lain tentang Qiyamullail sementara masih banyak orang yang tidak melakukan shalat berjamaah di masjid.

2.      Menghidupkan Semangat Keteladanan
Menghidupkan semangat keteladanan di dalam diri pemuda di mulai dari diri sendiri. Yang banyak berkurang dari umat Islam sekarang ini adalah contoh teladan. Ya, contoh teladan yang dapat dirasakan oleh pemuda. Tak cukup hanya sekedar ceramah-ceramah, pengajaran, tanpa ada contoh teladan. Apabila anda tidak menemukan contoh teladan, maka bawalah orang-orang kembali menuju contoh teladan yang hakiki, nabi Muhammad saw. Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Nabi saw. Ia berkata “akhlak beliau adalah Al-qur’an.(HR. Muslim)

3.      Menanamkan Makna Ukhuwah
Diantara cara yang digunakan dalam mendidik pemuda yaitu, menanamkan arti Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Banyak orang yang berbicara tentang persaudaraan itu diatas podium. Namun, ketika turun ia berinteraksi terhadap orang dengan tongkat dan cemeti. Ia serukan persaudaraan, namun ketika duduk di suatu tempat, ia pun mulai mencela hamba-hamba Allah.
 Orang- orang mendatangi  Al-Hasan lalu mereka katakan “ seseorang telah menggunjing anda .” Maka Al Hasan berkata,”bawakan kurma untuknya!” lalu mereka membawa kurma kepada orang itu dan mengatakan, “Al Hasan yang mengirimnya untuk mu. Kamu memberikan kepada kami pahala-pahala kebaikan mu, dan kami pun memberikan kurma untukmu.” Orang itu pun tidak pernah lagi menjelek-jelekkan Al Hasan.
Diantara hak –kewajiban dalam Ukhuwah Islamiah yaitu, anda mendo’akannya tanpa ia ketahui. Termasuk bukti kejujuran bila anda mendoakannya tanpa ia ketahui. Abu Darda’ selalu mendoakan tujuh puluh sahabatnya, tanpa mereka ketahui. Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa sesorang untuk orang lain tanpa diketahuinya. Diantara hak-kewajiban persaudaraan, yaitu apabila ia sakit anda menjenguknya. Sehingga, arti persaudaraan benar-benar tampak dalam kenyataan sebenarnya. Nabi saw memang betul-betul telah melakukannya.

4.      Menjauhkan Perbuatan Mencela
Diantara beberapa petunjuk dalam mendidik pemuda, yaitu menjauhkan perbuatan tercela. Apabila anda mendengarnya menghina seorang dai, maka katakana padanya, ”semoga Allah memaafkanmu. Bukan begini caranya.” Apa bila anda mendengarnya membuka aib saudara dan tetangganya maka ingatkan ia kepada Allah.  Orang mukmin tidak akan menjadi pembuka aib orang lain, tidak suka mengutuk, tidak berbuat keji serta tidak berakhlaq buruk. Ketika rasa santun terdapat di dalam jiwa seseorang, kesantunan itu pasti menghiasinya. Ketika rasa santun itu jauh dari jiwa seseorang, maka pasti akan membuatnya tampak buruk. Allah itu Maha Santun dan menyukai sopan santun.

5.      Menyikapi Perbedaan
Para ulama bisa saling berbeda pendapat karena beberapa alasan. Alasan yang dikemukakan mereka bisa diterima, tetap mendapatkan pahala. Kita bersyukur karenanya diberi beberapa masalah sekunder dalam agama, yaitu:

  1.       Bisa jadi ada dalil yang sampai kepada salah seorang ulama, tapi belum           sampai kepada ulama yang lain.
  2.      Bisa jadi dalil yang ada pada anda itu tsabit (tidak bisa diubah lagi), sementara yang ada di orang lain sudah mansukh (dihapus hukumnya).
  3.       Bisa jadi dalil itu shahih (benar) menurut anda tapi dhaif (lemah) menurut     saya.
  4.       Bisa jadi ada hadits tsabit dan shahih sampai kepada saya dan juga kepada     anda, namun pemahaman saya tentang hadits tersebut  tidak sama dengan     cara  anda memahaminya.
Adab ketika berbeda adalah, masing-masing saling menjelaskan dulu masalahnya. Sehingga, apabila kita sama-sama telah sampai pada satu kesimpulan, maka mari kita kerjakan. Jika tidak, hendahlah masing-masing mengamalkan sesuai pendapatnya. Ini terjadi pada masalah-masalah sekunder (tidak pokok) dalam agama. Sehingga, orang yang berlainan pendapat dengan kita tidak ditegur atau pun dicela. Setiap golongan berhak mengatakan alasannya. Sehingga jika yang lain tidak bisa menerimanya, maka golongan yang pertama tadi dapat dimaklumi. Dengan syarat, golongan itu tidak mengikuti hawa nafsu.
Ini terjadi pada masalah-masalah khilafiyah dalam fikih. Adapun dalam permasalahan-permasalahan akidah, kita tidak boleh lepas tangan begitu saja. Kita juga tidak bisa mengatakan seperti yang dikatakan sebagian ulama, “hendaklah kita saling bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan hendaklah masing-masing kita mau menerima alasan dalam hal-hal yang kita perselisihkan.” (sebab perlu dikaji terlebih dahulu bentuk yang diperselisihkan. Kalau itu berupa sesuatu yang bersifat baku, tentu kita tidak akan menerimanya.) 
6.      Menyikapi Fatwa
Bagi sebagaian orang, berfatwa merupakan tangga mencapai popularitas. Sehingga banyak anak muda yang baru menghafal dua surat atau hadits, sudah menganggap dirinya bagaikan mufti (seorang pembawa fatwa), dan menjawab permasalahan-permasalahan rumit. Padahal, ulama-ulama dakwah yang telah menuntut ilmu beberapa kali lipat dari usia anak muda itu saja masih merasa kesulitan dalam berfatwa.
Kesalahan dalam berfatwa terbagi dua macam: Pertama, berfatwa tanpa ilmu. Kedua,  mengharamkan seseorang berfatwa dalam permasalahan-permasalahan yang sudah jelas seperti rukun iman atau Islam. Yang ini termasuk orang beragama yang kaku.

Yang benar, anda menjadi mufti dengan adanya ilmu, keyakinan, tidak tergesa-gesa, dan dengan dalil syariat dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Semoga Allah selalu melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad saw keluarga dan para sahabatnya. Saya memohon kiranya Allah menunjukkan kita semua pada kebaikan. Wallahu a’lam

(Sumber: buku SELAGI MASIH MUDA, karya Dr. A’idh Al-Qarni, M.A.)
E – Mail                : imm.pesma@gmai.com 
Fans Page             : https://www.facebook.com/imm.mas.mansur 
Instagram             : immkhmasmansur 
Youtube                : IMM Pesma 
Blogger                 : http://immkhmasmansur.blogspot.co.id/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar