Selasa, 15 November 2016

“SARJANA SOLEHA”

“SARJANA SOLEHA TIDAK TAKUT TINGGAL DIRUMAH”
(Penulis: IMMawati Nurlaili)

            Seiring dengan berkembangnya zaman, dimana arus informasi mengalir dengan derasnya, teknologi dan komunikasi bertukar tanpa ada batasan jarak lagi, kemajuan IPTEK tidak dapat dikendalikan, terjadinya pertukaran budaya yang hanya terjadi lewat layar televisi, komputer dan gadget. Kejadian tersebut dikenal dengan globalisasi, dunia semakin modern sehingga tidak ada batasan gerak untuk setiap orang bahkan wanita, wanita yang dulunya hanya mengetahui urusan rumah tangga sekarang lebih berkemajuan, tidak ada perbedaan lagi antara wanita dan laki laki. Jika dahulu hanya laki laki saja yang boleh mengenyam pendidikan tinggi namun sekarang wanita tidak kalah berpendidikannya dengan laki laki.
            Permasalahannya yang sering muncul dilingkungan masyarakat adalah hanya memberi peran wanita dilingkungan rumah, mengurus anak, suami dan kegiatan rumah tangga lainnya. Hal tersebut bukanlah hal yang sulit dilakukan seorang wanita, namun bagaimana wanita yang sudah menempuh pendidikan tinggi untuk mendapatkan gelar sarjana namun hanya diposisikan dirumah? apakah kita harus menolak ? ataukah kita merasa gelar yang kita dapatkan tidak mempunyai apa apa? Padahal sudah banyak waktu dan materi yang kita keluarkan untuk mendapatkan gelar tersebut, berharap di masa yang akan datang kita akan mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan dengan gelar sarjana yang kita miliki, namun kenapa wanita masih saja diposisikan hanya dirumah?
Ketika seorang wanita sudah mempunyai mahram (suami) hukumnya adalah wajib menuruti perintah suami, apapun pekerjaan yang dilakukan wanita walaupun yang dikerjakannya baik. Namun jika tidak mendapat ridho dari suami, maka tetaplah bukan pahala yang diterimannya. Sebagai wanita jangan berkecil hati jika mempunyai pendidikan yang tinggi namun setelah wisuda dan menikah hanya diperbolehkan tinggal dirumah dan mengurus rumah tangga. Jangan pernah merasa pendidikan yang kita tempuh selama bertahun tahun hanyalah hal yang sia - sia belaka hanya karena kita tidak diposisikan dalam posisi yang menurut kita penting di masyarakat.
            Renungan untuk kita sebagai wanita hendaknya kita harus mengingat kembali bahwa kelak kita akan menjadi seorang Ibu, kita sering mendengar kalimat “Ibu adalah madrasah pertama bagi anak anaknya”. Sebagai madrasah pertama tentulah kita harus terus terus bermuhasabah diri agar menjadi sosok ibu yang terbaik untuk anak anak kita nantinya, siapa yang tidak ingin mempunyai anak soleh dan soleha, tentunya kita sebagai wanita pasti sangat mengharapkan kelak anak anak kita akan tumbuh menjadi anak yang bermanfaat. Tidak mudah untuk membentuk anak menjadi pribadi yang baik, seorang wanita harus mempunyai ilmu yang tinggi untuk melaksanakan tugas sebagai madrasah pertama, madrasah yang baik akan mencetak generasi yang baik pula begitupun sebaliknya.
                Wanita merupakan tiang agama dalam Islam, sehingga posisi wanita mempunyai peranan yang penting dalam membangun peradaban Islam yang berkemajuan, orang kafir yanh membenci Islam mengetahui bahwa wanita memiliki posisi yang istimewa dalam Islam, sehingga mereka mulai mecari cara untuk merobohkan tiang agama kita. Salah satu cara kaum kafir menghancurkan Islam yaitu dengan membentuk pemahaman Feminisme. Pemahaman feminisme barat salah satunya yaitu wanita mempunyai derajat yang sama dengan laki laki. Jadi wanita bebas melakukan apa saja pekerjaan yang mereka kehendaki, menurut orang orang barat bahagia nya wanita itu adalah dilepaskan sebebas bebasnya seperti burung di alam. Mereka berpendapat bahwa bebas sama artinya dengan bahagia, padahal Islam sudah sedemikian rupa mengatur hidup wanita di dalam Al Quran, tujuannya bukan untuk mengekang justru Islam ingin melindungi wanita, karena wanita itu istimewa. Bukan berarti istimewa tak punya tanggung jawab, justru tanggung jawabnya sangatlah besar. Mengatur rumah tangga merupakan tanggung jawab terbesar wanita seperti yang dijelaskan  Hadist berikut  :
 عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده، وهي مسئولة عنهم، والعبد راع على مال سيده، وهو مسئول عنه، فكلكم راع مسئول عن رعيته
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).

Pada dasarnya fitrah wanita adalah tinggal dirumah. Islam adalah agama yang adil. Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria diberikan kelebihan oleh Allah Ta’ala baik fisik maupun mental dibandingkan kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah Ta’ala berfirman:


الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An Nisa’: 34)

            Walaupun fitrah manusia tetap tinggal dirumah, namun bukan berarti wanita tidak boleh beraktifitas diluar rumah. Posisi wanita sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat penting bagi perbaikan masyarakatnya. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘ Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama: Perbaikan secara dhahir. Hal ini bisa di lakukan di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara yang nampak.  Ini didominasi oleh kaum laki-laki karena merekalah yang bisa keluar untuk melakukannya.
Kedua: Perbaikan masyarakat yang dilakukan dari dalam rumah. Hal ini dilakukan di dalam rumah dan merupakan tugas kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya.

Jadi sebagai wanita kita tidak perlu merasa bersedih dan merasa bahwa kuliah yang kita jalani selama ini hanya sia - sia, justru wanita yang dengan besar hari menerima dengan ikhlas berada dirumah untuk mendidik anak merupakan wanita pilihan yang dipilih Allah.
Ingat selalu kita merupakan tiang agama yang nantinya akan menegak kan tiang tiang yang lebih kokoh, keluarga merupakan tabungan Akhirat kita di masa depan, jangan pernah meninggalkan persinggahan sementara kita ini tanpa memastikan kita sudah meninggalkan generasi yang kuat. feminisme barat bukan budaya wanita soleha, Al Quran dan Hadist lah penuntun yang nyata bagi kita. Sarjana hanyalah gelar dunia, nantinya gelar kita akan sama yaitu Alm yang membedakan hanya amalan kita. Syukran.


Surakarta 30 September 2016
#Mas Mansur Bertutur #Intelektualitas #Kader #IMM 

E – Mail                imm.pesma@gmail.com 
Fans Page             https://www.facebook.com/imm.mas.mansur 
Instagram             : immkhmasmansur 
Youtube                : IMM Pesma 
Blogger                 http://immkhmasmansur.blogspot.co.id/           
                                                                        

Selasa, 01 November 2016

“BEGINILAH SEHARUSNYA GENERASI MUDA” 
Mendidik pemuda sesungguhnya bukanlah hal yang gampang. Diantara tugas Nabi saw selama hidupnya adalah menjadi murrabi (pendidik). Usahanya mentarbiyah (mendidik) lebih banyak dari pada perkataannya. Amal perbuatan beliau dengan para sahabatnya lebih banyak dari ucapannya. Nabi saw selalu mendidik melalui perbuatan-perbuatannya, sifat-sifatnya, serta keistimewaan-keistimewaannya, lebih banyak dari pidato dan ceramahnya.
Ya, sesungguhnya di lingkungan kita saat ini terdapat para da’i. namun kita membutuhkan para pendidik yang membawa pemuda ke jalan Allah yang lurus. Pendidik yang membimbing dan mendidik pemuda itu dalam hal perilaku, akhlak, karakteristik dan sifat-sifatnya. Dan beginilah seharusnya pemuda: 
1.      Memperhatikan Amalan Fardhu
Yaitu memperhatikan amalan-amalan wajib (fardhu) terlebih dahulu. Seseorang bertanya tentang Islam kepada  Rasulullah saw. Lalu beliau menjawab,”yaitu, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad utusan Allah.” Orang itu bertanya, “kenudian apa lagi?” nabi menjawab, “lima kali sholat sehari semalam.” Orang itu bertanya lagi, “adakah kewajiban lain terhadapku selain itu?”, nabi menjawab, “ kecuali, jika kamu ingin melakukan ibadah sunah dengan sukarela”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dalam pendidikan, hal ini akan mudah dipaparkan dan dibuat bertahap. Namun intinya adalah, mendahulukan hal-hal yang wajib dilakukan. Karena, bisa kita lihat sebagian orang lebih mengutamakan sisi amalan-amalan sunah dari pada amalan-amalan wajib. Kita bisa melihat ia sering berbicara kepada orang lain tentang Qiyamullail sementara masih banyak orang yang tidak melakukan shalat berjamaah di masjid.

2.      Menghidupkan Semangat Keteladanan
Menghidupkan semangat keteladanan di dalam diri pemuda di mulai dari diri sendiri. Yang banyak berkurang dari umat Islam sekarang ini adalah contoh teladan. Ya, contoh teladan yang dapat dirasakan oleh pemuda. Tak cukup hanya sekedar ceramah-ceramah, pengajaran, tanpa ada contoh teladan. Apabila anda tidak menemukan contoh teladan, maka bawalah orang-orang kembali menuju contoh teladan yang hakiki, nabi Muhammad saw. Aisyah pernah ditanya tentang akhlak Nabi saw. Ia berkata “akhlak beliau adalah Al-qur’an.(HR. Muslim)

3.      Menanamkan Makna Ukhuwah
Diantara cara yang digunakan dalam mendidik pemuda yaitu, menanamkan arti Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Banyak orang yang berbicara tentang persaudaraan itu diatas podium. Namun, ketika turun ia berinteraksi terhadap orang dengan tongkat dan cemeti. Ia serukan persaudaraan, namun ketika duduk di suatu tempat, ia pun mulai mencela hamba-hamba Allah.
 Orang- orang mendatangi  Al-Hasan lalu mereka katakan “ seseorang telah menggunjing anda .” Maka Al Hasan berkata,”bawakan kurma untuknya!” lalu mereka membawa kurma kepada orang itu dan mengatakan, “Al Hasan yang mengirimnya untuk mu. Kamu memberikan kepada kami pahala-pahala kebaikan mu, dan kami pun memberikan kurma untukmu.” Orang itu pun tidak pernah lagi menjelek-jelekkan Al Hasan.
Diantara hak –kewajiban dalam Ukhuwah Islamiah yaitu, anda mendo’akannya tanpa ia ketahui. Termasuk bukti kejujuran bila anda mendoakannya tanpa ia ketahui. Abu Darda’ selalu mendoakan tujuh puluh sahabatnya, tanpa mereka ketahui. Doa yang paling cepat dikabulkan adalah doa sesorang untuk orang lain tanpa diketahuinya. Diantara hak-kewajiban persaudaraan, yaitu apabila ia sakit anda menjenguknya. Sehingga, arti persaudaraan benar-benar tampak dalam kenyataan sebenarnya. Nabi saw memang betul-betul telah melakukannya.

4.      Menjauhkan Perbuatan Mencela
Diantara beberapa petunjuk dalam mendidik pemuda, yaitu menjauhkan perbuatan tercela. Apabila anda mendengarnya menghina seorang dai, maka katakana padanya, ”semoga Allah memaafkanmu. Bukan begini caranya.” Apa bila anda mendengarnya membuka aib saudara dan tetangganya maka ingatkan ia kepada Allah.  Orang mukmin tidak akan menjadi pembuka aib orang lain, tidak suka mengutuk, tidak berbuat keji serta tidak berakhlaq buruk. Ketika rasa santun terdapat di dalam jiwa seseorang, kesantunan itu pasti menghiasinya. Ketika rasa santun itu jauh dari jiwa seseorang, maka pasti akan membuatnya tampak buruk. Allah itu Maha Santun dan menyukai sopan santun.

5.      Menyikapi Perbedaan
Para ulama bisa saling berbeda pendapat karena beberapa alasan. Alasan yang dikemukakan mereka bisa diterima, tetap mendapatkan pahala. Kita bersyukur karenanya diberi beberapa masalah sekunder dalam agama, yaitu:

  1.       Bisa jadi ada dalil yang sampai kepada salah seorang ulama, tapi belum           sampai kepada ulama yang lain.
  2.      Bisa jadi dalil yang ada pada anda itu tsabit (tidak bisa diubah lagi), sementara yang ada di orang lain sudah mansukh (dihapus hukumnya).
  3.       Bisa jadi dalil itu shahih (benar) menurut anda tapi dhaif (lemah) menurut     saya.
  4.       Bisa jadi ada hadits tsabit dan shahih sampai kepada saya dan juga kepada     anda, namun pemahaman saya tentang hadits tersebut  tidak sama dengan     cara  anda memahaminya.
Adab ketika berbeda adalah, masing-masing saling menjelaskan dulu masalahnya. Sehingga, apabila kita sama-sama telah sampai pada satu kesimpulan, maka mari kita kerjakan. Jika tidak, hendahlah masing-masing mengamalkan sesuai pendapatnya. Ini terjadi pada masalah-masalah sekunder (tidak pokok) dalam agama. Sehingga, orang yang berlainan pendapat dengan kita tidak ditegur atau pun dicela. Setiap golongan berhak mengatakan alasannya. Sehingga jika yang lain tidak bisa menerimanya, maka golongan yang pertama tadi dapat dimaklumi. Dengan syarat, golongan itu tidak mengikuti hawa nafsu.
Ini terjadi pada masalah-masalah khilafiyah dalam fikih. Adapun dalam permasalahan-permasalahan akidah, kita tidak boleh lepas tangan begitu saja. Kita juga tidak bisa mengatakan seperti yang dikatakan sebagian ulama, “hendaklah kita saling bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan hendaklah masing-masing kita mau menerima alasan dalam hal-hal yang kita perselisihkan.” (sebab perlu dikaji terlebih dahulu bentuk yang diperselisihkan. Kalau itu berupa sesuatu yang bersifat baku, tentu kita tidak akan menerimanya.) 
6.      Menyikapi Fatwa
Bagi sebagaian orang, berfatwa merupakan tangga mencapai popularitas. Sehingga banyak anak muda yang baru menghafal dua surat atau hadits, sudah menganggap dirinya bagaikan mufti (seorang pembawa fatwa), dan menjawab permasalahan-permasalahan rumit. Padahal, ulama-ulama dakwah yang telah menuntut ilmu beberapa kali lipat dari usia anak muda itu saja masih merasa kesulitan dalam berfatwa.
Kesalahan dalam berfatwa terbagi dua macam: Pertama, berfatwa tanpa ilmu. Kedua,  mengharamkan seseorang berfatwa dalam permasalahan-permasalahan yang sudah jelas seperti rukun iman atau Islam. Yang ini termasuk orang beragama yang kaku.

Yang benar, anda menjadi mufti dengan adanya ilmu, keyakinan, tidak tergesa-gesa, dan dengan dalil syariat dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Semoga Allah selalu melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad saw keluarga dan para sahabatnya. Saya memohon kiranya Allah menunjukkan kita semua pada kebaikan. Wallahu a’lam

(Sumber: buku SELAGI MASIH MUDA, karya Dr. A’idh Al-Qarni, M.A.)
E – Mail                : imm.pesma@gmai.com 
Fans Page             : https://www.facebook.com/imm.mas.mansur 
Instagram             : immkhmasmansur 
Youtube                : IMM Pesma 
Blogger                 : http://immkhmasmansur.blogspot.co.id/


Kamis, 20 Oktober 2016

Media Sebagai Alat Gerakan

“Media Sebagai Alat Gerakan”
Oleh: Irfan Hasanudin
            Media merupakan saluran penghubung penyampaian pesan ataupun informasi dari komunikator kepada khalayak.[1] Ada 3 jenis media, yaitu media audio, media visual, dan media audio-visual. Media Audio merupakan suatu metode untuk menyampaikan informasi berdasarkan prinsip psikologi, yaitu : seseorang akan memperoleh “pengertian lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat dari pada didengar”. contohnya diantaranya yaitu media audio kaset, media radio, dan media laboratorium bahasa. Kemudian, Media Visual yaitu media yang menyampaikan informasi melalui pesan visual. Sebagai contohnya yang kita amati akhir-akhir ini, pada buku-buku pelajaran mulai ditampilkan pesan-pesan visual melalui berbagai ilustrasi untuk memperjelas keterbacaan visual. Labih dari itu, pesan-pesan visual disajikan pula dalam berbagai media massa seperti televisi, percetakan dan produksi. Pesan-pesan visual sangat efektif dalam memperjelas informasi, bahkan lebih jauh lagi dapat mempengaruhi sikap seseorang, membentuk opini masyarakat dan lain-lain. Selanjutnya, Media Audio-visual yaitu seperangkat alat yang dapat memproyeksikan gambar bergerak dan bersuara. Paduan antara gambar dan suara membentuk karakter sama dengan objek aslinya. Alat-alat yang termasuk dalam kategori media audio-visual,adalah: televisi,video – VCD, sound slide, dan film.
Berangkat dari interpretasi, “Siapa yang menguasai media, dialah pemenang yang akan menguasai dunia.” Kemudian teringatku pada interpretasi Confucius,
 “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. dan apa yang saya lakukan, saya paham”. Maka dari itu, untuk menjadi seorang pemenang tentulah kita perlu menjadi pendengar yang baik, pembaca yang ulung(mampu memahami dan menterjemahkan tekstual maupun realitas secara bijak), serta menjadi tokoh yang arif (mampu menempatkan diri, juga siap sedia nan setia mengembangkan potensi yang dimilikinya).
Masa pertumbuhan demokrasi saat ini sangatlah memicu pada semakin tingginya kebebasan orang dalam ingin tahu mengenai informasi, menggali informasi yang dapat menjadi contoh bertindak, eksistensi manusia yang dikomparasikan antara satu dengan yang lainnya.
            Sifat media memiliki wajah ganda. media memiliki sifat inspiratif (dapat menginspirasi lingkungan sekitarnya), namun di lain sisi, mdia juga bersifat destruktif (merusak). Sistem pengelolaan media tentulah oligopoli, hanya bisa diakses oleh segelintiran orang saja dan disetel oleh aturan ataupun kepentingan dari pemilik media itu sendiri.
            Miris ketika melihat media khususnya media massa (media cetak, media elektronik, maupun media online) di negeri kita ini yang pada mulanya secara normatif pers berfungsi untuk  memberikan informasi, menghibur, mendidik, dan juga berfungsi sebagai kontrol sosial[2], namun hanya diunggulkan pada pemberian informasi yang kadangkala tidak terlalu penting bagi kemaslahatan umat-bangsa, dan memberi hiburan semata yang kadang pula kurang membangun. Dimanakah letak media yang secara fungsional memiliki tugas mendidik, dan juga sebagai sosial kontrol tersebut? Akan lebih layak kiranya media massa dihiasi oleh konten-konten yang berkaitan dengan pendidikan, dan juga analisis sosial politik ataupun sosial masyarakat dengan radikal berpikirnya.
            Kontroversial, ketika kita sekadar hanya bisa menjadi spektator (penonton) ataupun konsumen saja, tidak dapat ikut andil sebagai produsen media yang mengelolanya dengan baik. Jenuh ketika melihat media kini yang hanya sebagai penipu, sebagai sumber kepentingan pengelola, wadah perang kepentingan, dan mengunggulkan economics orientednya saja. Padahal jika kita berpikir lebih meluas, kita akan mengetahui dan memahami bahwasanya media dapat dikolaborasikan untuk kepentingan dakwah umat, sarana pemersatu bangsa, ataupun lainnya.
            Media massa dapat bermanfaat menjadi pencipta lapangan kerja, barang, ataupun jasa. Selain itu, bertindak sebagai sumber kekuatan (alat kontrol), serta sebagai lokasi atau forum penampilan peristiwa/sejarah yang akan menjadi pelajaran penting baik bagi diri produsen maupun sasaran produksi (konsumennya).
            Media dapat dimanfaatkan sebagai sarana dakwah sebagaimana definisi harfiah dakwah yaitu mengajak, menyeru, memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah agar dapat mengantarkan pengajak maupun yang diajak tersebut kepada kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia-akhirat. Maka dari itu kaitannya dengan Muhammadiyah sebagai gerakan pencerah menuju Islam berkemajuan, mengimplementasikan media massa merupakan bentuk andil (wujud gerakan tajdidnya) terhadap kemajuan iptek, Selain itu pula, hendaknya dalam dakwah dikemas semenarik mungkin sebagai sarana dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar, agar dapat mengeksistensikan identitas perjuangan (gerakan Islam, gerakan dakwah, dan gerakan tajdid), menelaah dan mentadabburi Al-Qur’an dan hadits, memicu ketertarikan, memberikan hikmah, meningkatkan serta mengembangkan kreativitas dan intelektualitas, mengeksplorasi kemampuan dan keterampilan diri, mengekspansi relasi, mengintegrasikan teknologi, memahami mengenai isi dan metodologi, membagun uswatun khasanah dan menghidupkan nuansa dakwah agar dapat dirasakan kebermafaatannya bagi keluarga persyarikatan, kemajuan umat Islam, dan meningkatkan spirit kecintaan terhadap negerinya.
Pertanyaan yang kemudian muncul yaitu beranikah kita menjadi dapur pers?
Siapkah kita menjadi generasi umat Islam yang berkemajuan dengan kompetensi, ruhul ikhlas, dan ruhul jihad yang kita miliki?
Mari melakukan kontemplasi sejenak, guna dapat menjawab pertanyaan dengan keselarasan rasa percaya dari jiwa kita.
Kiranya kita memiliki transendensi yang kuat, tentulah terpicu untuk berani,
Beranilah untuk memulai, dan istiqomahlah dalam berjuang.
Terkadang memulai memanglah pahit, namun karena pahitnya mencoba kita akan menjadi bisa, dan akan terbiasa jika berulang kali mencoba.
Semangat berjuang! (^_^)



[1] Blake dan Horalsen dalam Latuheru, 1988:11)
[2] Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Fungsi Pers

Rabu, 19 Oktober 2016

Fondasi dan Aktualisasi Islam Berkemajuan

Fondasi dan Aktualisasi Islam Berkemajuan
Oleh: Irfan Hasanudin
(Ketua Bidang Hikmah IMM Pondok Internasional KH. Mas Mansur)

Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu س (sin), ل (lam), م (mim) yang bermakna dasar “selamat”. Jika ditinjau dari segi bahasa, الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما (Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama). السَّلْمyang berarti damai, أَسْلَمَ yang berarti menyerah, سَلِيْمٌ yang berarti bersih dan suci, dan سَلاَمٌ yang berarti selamat dan sejahtera. Islam merupakan satu sistem aqidah, syari’ah dan akhlaq yang mengatur segala tingkah laku manusia dalam berbagai hubungan (baik hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, masyarakat, alam, ataupun makhluk lainnya).[1] Wilfred Cantwell Smith melalui tulisannya yang berjudul The Special Case of Islam, mengatakan bahwasanya Islam merupakan agama yang unik, karena agama Islam sui generis (mempunyai corak dan sifat sendiri dalam jenisnya).[2] Selain itu, perlu kita ketahui bersama bahwasanya Islam merupakan dienullah yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘Aalamiin).
Melalui afeksi hati, daya nalar serta wahyu yang diberikan kepadanya, umat Islam memiliki keyakinan yang kuat bahwa ajaran Islam merupakan alternatif terbaik untuk menyembuhkan berbagai problem kehidupan manusia. Namun, akhir-akhir ini, fenomena menunjukkan bahwa seakan-akan ajaran Islam tidak berdaya dalam menghadapi persoalan kemanusiaan.[3]
“Islam” adalah agama yang dengan segera melahirkan gerakan, menciptakan kekuatan, menghadirkan kesadaran diri dan pencerahan, dan menguatkan kepekaan politik dan tanggung jawab sosial yang berkait dengan diri sendiri. Suatu kekuatan yang meningkatkan pemikiran dan mendorong kaum tertindas agar memberontak dan menghadirkan di medan perang spirit keimanan, harapan dan keberanian.[4] Sedangkan arti kata “Progresif” menurut KBBI berarti ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang. Islam berkemajuan ataupun Islam progresif secara sederhana dapat dikatakan sebagai Islam yang bergerak ke arah yang lebih maju. Keberadaan Islam berkemajuan tak lepas dari ulur tangan insan progresif. Jika “progresif” diartikan sebagai keinginan untuk maju. Dengan demikian, insan progresif berarti insan yang memiliki kenginan kuat (determinasi) untuk selalu bergerak ke depan di berbagai lini kehidupan dan kesediaan untuk selalu mereformasi diri khususnya di bidang wawasan keilmuan (QS Al Mujadalah 58:11) dan perilaku (QS At Tin 95 :4-6) ke arah yang lebih baik dari sudut pandang agama maupun sosial kemasyarakatan.
Muhammadiyah dikenal sebagai Persyarikatan yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, memberantas TBC, mengusahakan umat Islam kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan bergerak di berbagai bidang kehidupan umat. [5] Tidak sedikit yang mengatakan bahwasanya Muhammadiyah merupakan organisasi persyarikatan yang dapat dikatakan progresif.
         Islam berkemajuan berarti Islam yang kaafah, menyamai benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia. Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan, tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, anti terorisme, anti kekerasan, anti penindasan, anti keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan manusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras, golongan, dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.[6] Allah berfirman:

 وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56).
Berkemajuan bagi Muhammadiyah bukan hanya sekadar tematik ataupun slogan tatkala Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar yang bertuliskan “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” saja, akan tetapi dibalik itu alasannya adalah karna Muhammadiyah lahir dari spirit dan nilai perjuangan tokoh yang luar biasa. Dengan teologi Al-Ma’unnya, pendiri Muhammadiyah mampu mempelopori dakwah kemanusiaan. Prinsipnya ‘ilmu amali dan amalu bil ilm yang sangatlah luar biasa mengantarkan dirinya mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, walaupun medan dakwahnya yang begitu keras namun beliau dengan kelembutan hatinya senantiasa menghadapi tantangan demi tantangan yang muncul dihadapannya. Selain itu, pirit dan nilai perjuangan tokoh Muhammadiyah mampu menghantarkan Muhammadiyah menjadi lebih maju dan terus berkembang. Hal tersebut tak lepas dari pematangan identitas dan landasan-landasan(landasan normatif dan landasan operasional Muhammadiyah) yang menjadi pemicu dalam dakwah pencerahan. Muhammadiyah selalu menampilkan dakwah yang menarik dan memicu ketertarikan. Sumbangsi yang diberikan Muhammadiyah terhadap negeri ini begitu besar, dimulai dari andilnya dalam bidang dakwah, pendidikan, kesehatan, hingga kesejahteraan sosial. Namun, melihat realitas masa kini yang mulai banyak kepungan terhadap umat islam dari berbagai penjuru, kita hendaknya melakukan kontemplasi dan menyiapkan menjadi insan yang berkemajuan.
Memang tidak sedikit yang mengetahui konsepsi islam berkemajuan, namun tidak banyak orang juga yang mengetahui dan memahami mengenai unsur-unsur dari Islam berkemajuan tersebut. Oleh karena itu, kita perlu pula memahami bersama mengenai apa saja fondasi Islam berkemajuan dan bagaimana aktualisasi dari Islam berkemajuan tersebut.
            Dalam mengimpelentasikan Islam berkemajuan, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai fondasi dari Islam berkemajuan itu sendiri.[7] Berangkat dari fondasinya, Islam berkemajuan memiliki fondasi sebagai berikut:
1.      Tauhidullah
Mengesakan Allah atas dzat-Nya, nama-namaNya, kekuasaan-Nya, dan sifat-sifatNya. Tauhid murni tanpa kemusyrikan yang nampak maupun tak nampak (tahayul, bid’ah dan churafat).
      Tidak mengaitkan tauhid dengan ajaran pluralisme berikut:
-          Sintesisme agama atau yang biasa dikenal dengan agama oplosan. Contohnya:Gafatar, Komar, dan sebagainya.
-          Sinkretisme agama, nampak aktif beragama yang satu namun juga melakukan animisme, dan sebagainya.
-          Relativisme agama, yang menganggap bahwa semua agama memiliki tujuan ataupun arah yang sama, meskipun menggunakan metodologi yang berbeda-beda.
2.      Pemahaman Al-Qur’an dan Hadits yang independen, komprehensif, dan integratif
Tidak terikat teologis, mazhab fikih dan sufiah manapun. Muhammadiyah tidak bertasawuf, akan tetapi berakhlaq.
Jika ada yang bertanya Muhammadiyah itu sunni aw syi’i?  Maka jawablah dengan tegas bahwa kita ini sunni. Ada berbagai macam kelompok sunni, diantaranya Asy’ariyah, Salafiyah, dan Maturidiyah. Kelompok asy’ariyah seperti Nahdlatul Ulama, dsb. Kelompok Salafiyah seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dsb., Yang ajaran salaf tersebut dipelopori oleh Ibnu Taimiyah, kemudian berlanjut kepada Ibn Qoyyim, selanjutnya kepada Muhammad Ibn abdul Wahhab, dan seterusnya.
            Muhammadiyah ada, demi terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: Aqidah, Akhlak, Ibadah, dan Muamalah duniawiyah.
Berikut adalah point-point dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup(MKCH) Muhammadiyah:
1.  Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.


4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:

a. 'Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b. Akhlak
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia

c. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d. Muamalah Duniawiyah
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.


5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT:
"baldatun thayyibatun wa robbun ghofur"[8]
            Integratif, maksudnya yaitu memahami al-Qur’an dan hadits dengan tersistem(sistematis).

3.      Tajdid (Pembaharuan)
Inilah ke-khasan yang ada dalam Muhammadiyah, tajdid dalam Muhammadiyah bisa berarti purifikasi(pemurnian), bisa juga dinamisasi.
Purifikasi (Pemurnian) dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak.
            Dinamisasi ataupun modernisasi, dengan menerjemahkan Al-Qur’an dan hadits dalam berbagai macam bidang kehidupan.
4.      Moderat[9]
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Baqoroh : 143).
   Dalam ayat tersebut terdapat sebutan “Ummatan wasathon” yang berarti ummat pertengahan (umat yang adil, tidak radikal ataupun hegemonik, toleran terhadap sesama, cinta damai, dan pilihan), yang merupakan cerminan dari masyarakat berkemajuan.
  “Manusia ideal memiliki tiga aspek: kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Dengan perkataan lain: pengetahuan, akhlaq, dan seni. Menurut fithrahnya dia adalah khalifah Allah. Dia adalah kehendak yang komit dengan tiga macam dimensi: kesadaran, kemerdekaan, dan kreativitas.”[10]
            Akhir-akhir ini manusia banyak pula dihadapkan dengan berbagai doktrinasi pemikiran maupun terkait hal ghazwul fikr(perbedaan sikap), maka dari itu perlulah kita untuk memahami segala yang ada, dan mengambil langkah yang tepat (moderat dalam bersikap).
5.      Gemar beramal (Bekerja)
Seringkali kita temui bersama kiblat dunia barat yang money-oriented. Oleh karena itu, dalam menghadapi polemik seperti ini, kita hendaklah memiliki semangat(ghirah) dan prinsip yang jelas. Sikap gemar dalam beramal(bekerja) sebagai salah satu bagian dari ibadah, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat Adh-Dhariyat: 56. Gemar beramal (bekerja) tersebut sebagai wujud tulus ikhlas, serta senang dan tanggung jawab kita dalam menunaikannya.
Selain daripada fondasi, maka wujud aktualisasi yang bisa kita tunaikan, yaitu: berani bergerak ke arah yang maju dengan mengutamakan sistem, berorganisasi dan beramal dengan gembira, optimis memajukan pendidikan, mengutamakan demokratisasi (mengambil keputusan dengan musyawarah), mencoba tingkatkan kesejahteraan sosial, menggunakan teknologi yang baru, dan masih banyak lagi.


Daftar Pustaka
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2000. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah,  Yogjakarta: Suara Muhammadiyah.
Supriyadi, Eko. 2003. Sosialisme Islam; Pemikiran Ali Syariati. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tuhuleley, Said Tajdid Gerakan Untuk Pemberdayaan Masyarakat; Dinamika Gerakan Muhammadiyah
Dr.Syamsul Hidayat, dkk. 2014. Studi Kemuhammadiyahan : Kajian Historis, Ideologis, dan Organisasi. Surakarta: LPIK UMS.
al-Qur’anul Kariim




[1] Daud Ali, dalam bukunya Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial dan Politik (1989).
[2] Wilfred Cantwell Smith, dalam bukunya The Meaning and End of Religion (1964) hal.74
[3] Sudarto, dalam bukunya Wacana Islam Progresif (2014).
[4] Ali Syari’ati (1986).
[5] Syamsul Hidayat,dkk. Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Historis, Ideologis dan Organisasi halaman 31.
[6] Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Produk Muktamar ke-46 (2010)
[7] Yunahar Ilyas Speech dalam Pelatihan perkaderan di Yogyakarta (2016)
[8] Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo; diamandemen dalam Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta, disesuaikan pula dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.
[9] Interpretasi penafsiran dari QS.Al-Baqoroh:143.
[10] Ali Syari’ati (2011).

Kamis, 06 Oktober 2016

SEMINAR KEMUSLIMAHAN " HIJRAH ITU MUDAH. ISTIQOMAH ? 2016



Alhamdulillah: Ahad, 15 Dzulhijjah 1437 H bertepatan 18 September 2016 M, Event luar biasa kali ini diselenggarakan lagi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pondok Internasional KH. Mas Mansur Universitas Muhammadiyah Surakarta yaitu Seminar Kemuslimahan (SEMKEMUS). Pada seminar yang ke – 2 ini mengusung tema “HIJRAH ITU MUDAH. ISTIQOMAH?”
Seminar ini disambut dengan penuh antusias oleh mahasiswi atau muslimah yang berasal dari berbagai kampus, terutama kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Seminar diawali dengan pembukaan yang dibuka oleh “Ibunda Muamaroh” sebagai Direktur Pondok Internasional KH Mas Mansur. Pada seminar kemuslimahan kali ini IMM KH Mas Mansur mendatangkan 3 pembicara sebagai narasumber yang bagus dan kompeten dibidangnnya.
Pembicara pertama, “Ustadzah Ninin Karlina” The Leader of Nasyiatul Aisyiyah Sukoharjo and LPB-MDMC of Central Java. Menyampaikan materi berkaitan dengan Muslimah dan Hijrah, Iman tanpa hijrah tidak bermakna, hijrah tanpa jihad berarti tidak berbuah. Muslimah sejati adalah muslimah yang berkemajuan.
Pembicara kedua, “Ustadz. Burhan Shodiq” The Author of Best Seller Book “Ya Allah Aku Jatuh Cinta”. Memberikan materi tentang Tips Hijrah, jika sudah memutuskan maka jaga konsistensi. Jangan mundur karena halangan, teruslah maju tuntaskan perubahan dengan berpeganglah pada ilmu dan milikilah komunitas.
Narasumber ketiga, Inez Ayuningtyas (Ukhty Sally) Main Actress in Assalamualaikum Sally and Moslem Awards 2015. Narasumber memberikan materi tentang Apa niat Hijrahmu? Selalu istiqomah dalam berhijrah karena LILLAHITA’ALA.

Pada SEMKEMUS ini,  diikuti kurang lebih 260 muslimah yang berasal dari kampus maupun masyarakat umum, harapan dari panitia dapat memberikan motivasi dan pencerahan untuk berubah dalam hal kebaikan dan tetap istiqomah dalam kebaikan tersebut.
Ketua Panitia Seminar Kemuslimahan (IMMawati Mia Nusyahbani) menuturkan dengan adanya seminar ini bisa menjadi pembelajaran dan yang terpenting adalah mengharapkan ridha Allah SWT. Sedangkan  Ketua IMM KH Mas Mansur, IMMawan Abu Salim menuturkan tujuan seminar ini adalah menyebar luaskan gerakan dakwah Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat yang berakhlaq mulia, kemudian perilaku tersebut di implementasikan dalam kehidupan sehari – hari.
Keluarga IMM KH Mas Mansur juga berterima kasih kepada semua pihak yang membantu jalannya agenda seminar kemuslimahan yang bertema Hijrah Itu Mudah. Istiqomah? Sehingga dapat terlaksana dengan baik dan sukses. Informasi lebih lanjut bisa didapatkan di media social:

Fanspage         : https://www.facebook.com/imm.mas.mansur/
Ig                     : @immkhmasmansur. 

Youtube          : IMM Pesma